WORDBND.COM -WordNews. Pada 26 Desember 2004 terjadi peristiwa yang tak terlupakan bagi masyarakat Indonesia. Sehari setelah Natal, hari itu, terjadi gempa di Aceh dengan kekuatan 9,1 sampai 9,3 skala Richter mengguncang dasar laut di barat daya Sumatra, sekitar 20 sampai 25 kilometer lepas pantai. Beberapa waktu setelahnya datang tsunami yang meluluhlantahkan daratan Tanah Rencong tersebut.
Hampir tidak mungkin membayangkan gunung air setinggi 100 kaki yang melanda kota pantai berpenduduk 320.000 jiwa, langsung menewaskan lebih dari 100.000 pria, wanita dan anak-anak. Bangunan terlipat seperti rumah dari kartu, pohon, dan mobil tersapu oleh jeram hitam minyak dan hampir tidak ada yang selamat dari banjir.
Tsunami terbentuk oleh perpindahan air, tanah longsor, letusan gunung berapi, atau, seperti dalam kasus ini, selipnya batas antara dua lempeng tektonik bumi. Lempengan batu setebal 15 sampai 200 meter yang membawa benua dan lautan bumi di samudra bawah tanah dengan material semi-padat yang jauh lebih panas.
BACA JUGA: The Best Christmas Movies Based On Netflix Recommendations
Tsunami Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 disebabkan oleh selip sekitar 600 mil (1.000 kilometer) dari batas antara lempeng India dan Burma di lepas pantai barat Sumatera bagian utara menurut laman CNN.
Gempa berkekuatan 9,1 adalah yang terkuat sejak gempa pada 28 Maret 1964 di Prince William Sound di Alaska. Sehingga gempa Aceh menjadi gempa yang terkuat ketiga sejak 1900. Dua gempa bumi yang lebih kuat lainnya yaitu 22 Mei 1960 di Chili (9,5) dan 28 Maret 1964 di Alaska (9,2), yang juga menghasilkan tsunami.
Dalam waktu 15 menit setelah gempa Aceh, gelombang mulai menghantam pantai Sumatera bagian utara dan pulau Nicobar. Gelombang setinggi 30 meter tercatat saat tsunami melanda Aceh. Sekitar dua jam setelah gempa terjadi, gelombang mencapai Sri Lanka, India dan Thailand.
Satu jam kemudian mereka mencapai Maladewa, dan- lebih dari tujuh jam setelah gempa awal, tsunami diamati di Mauritius dan di sepanjang pantai timur Afrika.
Menewaskan lebih dari 230.000 orang di 14 negara
©Instagram/irwandiimages
Indonesia adalah negara yang paling parah terkena tsunami, dengan sedikitnya 168.000 orang tewas ketika dinding air menghantam pulau Nias dan provinsi Aceh, yang terletak di ujung utara Sumatera.
Di Sri Lanka 35.000 orang tewas, sementara 18.000 meninggal di India dan 8.000 meninggal di Thailand. Ratusan orang juga tewas di Afrika.
Kala itu, sistem pendeteksi tsunami belum umum digunakan. Apabila dulu sudah ada alat pendeteksi, jumlah korban jiwa yang bisa selamat diprediksi mencapai 51 ribu orang.
Sementara, terjangan tsunami mencapai Aceh hanya dalam waktu 30 menit saja. Apabila sudah ada pendeteksi tsunami, banyak warga yang akan tetap kesulitan menuju tempat tinggi.
Seluruh dunia pun turut memperhatikan bencana di Aceh. Mungkin banyak pula yang masih ingat ketika televisi menampilkan orang-orang berkumpul di Masjid Baiturrahman yang kokoh berdiri di tengah terjangan ombak.
Untuk mengenang gempa dan tsunami Aceh, pemerintah pun mendirikan Museum Tsunami pada 2008 lalu. Arsiteknya adalah Ridwan Kamil yang kala itu masih seorang dosen dari Institut Teknologi Bandung.
Museum itu mengambil konsep rumah tradisional Aceh. Isi museumnya terdapat foto-foto korban dan kisah dari para survivor bencana gempa dan tsunami Aceh serta berbagai ornamen bernuansa Islami.
#TsunamiAceh #UrbanLegend