WORDBND.COM - WordPreneur. JPMorgan, perusahaan jasa keuangan global asal AS, memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuhpada tahun depan, rupiah juga menguat, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa melesat hingga mencapai rekor 6.800 pada akhir Desember 2021.

Hal itu terungkap dalam riset JPMorgan terbaru per 6 Desember 2020 berjudul "Make Indonesia Great Again" yang ditulis sejumlah analisnya di Asia Tenggara. JPMorgan Indonesia, diwakili oleh PT JP Morgan Sekuritas Indonesia. Judul itu menarik lantaran mengambil inspirasi dari kampanye Presiden AS Donald Trump, yakni Make America Great Again.

Sejumlah analis yang ikut menulis riset tersebut yakni Head of Indonesia Research & Strategy JPMorgan Indonesia, Henry Wibowo. Southeast Asia and Emerging Market Equity Strategy Rajiv Batra, Head of ASEAN Research Ajay Mirchandani, dan Emerging Market Equity Strategy Pedro Martins Junior dan Arnanto Januri.

"Kami berbalik lebih positif [memandang] prospek 2021 untuk pasar saham Indonesia, karena kami memperkirakan indeks IHSG akan mencapai rekor tertinggi di 6.800 pada 21 Desember 2021, dengan penguatan rupiah ke Rp 13.500/US $ 1 dan pertumbuhan PDB rebound ke + 4.0% (dari -2% di 2020F," tulis JPMorgan, dikutip Kamis (10/12/2020).

JPMorgan melihat Indonesia adalah rumah bagi kurang lebih 270 juta penduduk, negara terpadat ke-4 di dunia, dan salah satu ekonomi terbesar di Asia dengan PDB US$ 1,1 triliun.

Selain itu, kembalinya aliran dana asing juga terjadi, bersama dengan pengembangan vaksin, menjadi pendorong utama pasar.

Beberapa sentimen positif yakni disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 5 Oktober lalu, upaya meningkatkan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI), dan adanya proyek pengembangan baterai listrik (EV).

"Kami percaya persetujuan Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja baru-baru ini akan mengubah 'permainan besar' untuk memulai salah satu yang terbesar yakni reformasi kebijakan yang telah dilihat negara ini sejak 1998; ini bertujuan untuk meningkatkan FDI dan mengubah Indonesia menjadi hub manufaktur, teknologi berikutnya di Asia yakni EV/Battery/Cloud)," tulis JPMorgan.




Tak hanya itu, pembentukan dana abadi (Sovereign Wealth Fund/SWF) senilai US$ 25miliar, lewat Nusantara Investment Authority (NIA), akan datang juga penting untuk memberikan pembiayaan alternatif untuk mendorong proyek infrastruktur dan mengalihkan rencana untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan.

"Sektor utama yang kami sukai adalah keuangan, infrastruktur/industri, dan TMT [teknologi, media, telekomunikasi]," tulis JPMorgan.

JPMorgan melihat rupiah tetap overweight, diperkirakan di level Rp 13.500 pada tahun depan. "Sejak pemilu AS, dolar AS yang lemah telah mendukung mata uang EM [emerging market, negara berkembang] termasuk rupiah."

"Ke depan, kami mungkin melihat tren rupiah yang kuat terus berlanjut mengingat beberapa perkembangan positif di seputar dinamika neraca pembayaran negara."

Pertama, tim ekonomi JPMorgan memperkirakan surplus neraca transaksi berjalan yang moderat di semester kedua 2020 terjadi untuk pertama kalinya sejak 2011 karena permintaan impor yang lemah.

Hal ini membuat CAD (current account deficit, defisit transaksi berjalan) pada tahun 2020 sekitar 0,4% dari PDB, jauh lebih rendah dari 2-3% yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Kedua, arus masuk obligasi meningkat sejak Oktober hingga mencapai US$ 2 miliar.

Jika tahun 2020 adalah tahun di mana neraca pembayaran (BoP, balance of payment) Indonesia dapat diseimbangkan dengan baik antara kompresi CAD yang tajam dan pengurangan besar-besaran arus masuk asing di obligasi, maka 2021 dapat menandai kelanjutan dari yang sebelumnya.

Akan tetapi ada potensi pembalikan arah di akhir-akhir, jika terjadi banjir pelonggaran kuantitatif di pasar negara maju (developed market) tahun ini mulai membanjiri pasar dengan hasil yang lebih tinggi.

"Lebih lanjut, kami yakin berita tentang vaksinasi akan mempercepat tren ini karena sentimen akan membaik dibandingkan dengan berita positif, sementara pemulihan ekonomi yang sebenarnya hanya akan datang setelah distribusi vaksin, sehingga menciptakan pengalihan antara pasar keuangan dan ekonomi riil."

Sebelumnya, dalam program Street Signs Asia di CNBC International, JPMorgan juga memprediksi pasar saham Asia akan mengungguli pasar global pada 2021. Penyebabnya, pada tahun ini pasar saham Asia cenderung dihindari oleh investor-investor global.

Analisa JPMorgan memperkirakan pasar saham Asia bisa tumbuh 20% pada 2021.

"Saya pikir pasar negara berkembang sangat kurang dimiliki seperti yang kita lihat dalam reli pasar," kata Joyce Chang, Kepala Riset Global JPMorgan.

Selain China dan India, banyak pasar negara berkembang lainnya telah dijauhi oleh investor pada tahun 2020 karena sebagian besar investor berbondong-bondong mencari investasi aman.

"Kami sebenarnya netral terhadap China saat ini, tetapi kami telah meningkatkan pasar negara berkembang lainnya yang menurut kami valuasinya menarik, dan ada lebih banyak peluang," kata Chang.

Secara khusus, perusahaan melihat peluang untuk saham di Brasil, Indonesia, Korea Selatan, serta Thailand. Dalam hal industri, Chang mengatakan sektor kebijakan konsumen serta yang terkait dengan hiburan dan rekreasi juga memiliki ruang untuk "mengejar ketinggalan".

Ditanya tentang potensi pasar negara berkembang secara luas untuk mengungguli rekan-rekan pasar maju mereka pada tahun 2021, analis JPMorgan mengatakan saham di negara berkembang dapat melihat keuntungan "dua digit" hingga 20%.

"Saya pikir ada rotasi, Anda tahu, di luar China yang akan datang," kata Chang.

Secara historis, investor telah mengalokasikan sekitar 9% secara keseluruhan ke saham pasar berkembang, jelasnya. Saat ini, alokasinya sekitar 7%.

"Saya pikir ada ruang untuk mengejar ketertinggalan pada 2021 untuk pasar negara berkembang," katanya.

Data perdagangan menunjukkan, nilai transaksi masih tinggi yakni Rp 19,11 triliun dengan volume perdagangan 32,08 miliar saham. Ada 224 saham melesat, 259 saham turun, dan 147 saham stagnan.

Asing tercatat masih net sell Rp 687,26 miliar di pasar reguler. IHSG sudah naik 3,84% dalam sepekan terakhir, dan melesat 12,57% dalam 3 bulan terakhir perdagangan akumulatif.

Source: cnbcindonesia

Previous Post Next Post