Penyebab RI Impor Garam
WORDBND.COM - WordNews. Indonesia tak cuma terkenal sebagai negara agraris, tapi juga maritim. Hal ini tampak jelas dari kondisi geografis tanah air dengan luasan perairan mencapai 5,8 juta kilometer persegi dan 17.491 pulau pada 2019.

Tak cuma punya pulau yang banyak, Indonesia juga menjadi negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Panjangnya mencapai 95.181 kilometer (km), hanya kalah dari Kanada sekitar 202 ribu km pada 2019.


Modal garis pantai terpanjang kedua di dunia seharusnya memberikan banyak manfaat kelautan bagi Indonesia, termasuk potensi pasokan garam yang besar sehingga mampu mencukupi kebutuhan. Sayangnya yang terjadi di lapangan tidak demikian.

Pemerintah bahkan baru saja memutuskan Indonesia akan membuka keran impor garam pada tahun ini. Impor garam dilakukan karena proyeksi kebutuhan garam nasional mencapai 4,5 juta ton, sementara produksi dalam negeri cuma 3,5 juta ton.


"Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian)," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono seperti dikutip dari Antara, Selasa (16/3).


Baca Juga: Fakta-Fakta Gunung Emas Kongo, di Antaranya 90 Persen Tanah Emas


Lantas apa sebenarnya alasan Indonesia tidak bisa memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada dan ujung-ujungnya harus impor garam?


Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah blak-blakan mengungkap alasan Indonesia harus terus impor garam, meski sumber daya alamnya tinggi. Semua karena industri garam nasional memang belum optimal kapasitas produksinya.

"Masih rendah produksi garam nasional kita, sehingga yang kemudian dicari paling gampang yaitu impor garam. Dari dulu begitu terus dan tidak pernah ada penyelesaian," kata Jokowi, beberapa waktu lalu.


Maka dari itu, optimalisasi produksi menjadi pekerjaan rumah utama bagi Indonesia Perlu pembenahan secara besar-besaran pada industri komoditas ini, mulai dari hulu sampai hilir.


Kepala negara pernah memberi instruksi kepada para jajaran menteri untuk melakukan tiga langkah. Pertama, melihat lagi ketersediaan lahan produksi garam.

"Harus ada upaya betul untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat. Artinya penggunaan inovasi teknologi produksi terutama washing plan harus betul-betul dikerjakan sehingga pasca produksi bisa memberikan ketersediaan terutama dalam gudang penyimpanan," tuturnya.


Keempat, membenahi rantai pasok agar produksi dari petani garam benar-benar bisa diserap oleh industri.


"Data yang saya terima per 22 September 2020, masih 738 ribu ton garam rakyat yang tidak terserap industri kita. Ini agar dipikirkan solusinya, sehingga rakyat garamnya bisa terbeli," terangnya.


Impor Garam Keterpaksaan

Kendati akan membuka keran impor, namun Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai kebijakan ini masih menjadi sebuah keterpaksaan yang harus dilakukan pemerintah. Sebab, pemerintah sebenarnya tidak ingin impor, tapi mau tidak mau harus dilakukan demi memenuhi kebutuhan industri manufaktur.

"Impor garam sebenarnya keterpaksaan demi menjamin kepastian pasokan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, khususnya sektor alkali, pulp, kertas, aneka pangan, farmasi, kosmetik, dan pengeboran minyak," ujar Agus.


Pemerintah, sambung Agus, hanya bisa berharap keterpaksaan ini tetap mampu memberi manfaat ekonomi bagi Indonesia. Minimal, garam yang diimpor bisa menjadi bahan baku yang pas untuk menghasilkan produk ekspor, sehingga bisa dijual lagi ke pasar internasional.


Pada 2019, Agus mengatakan nilai impor garam industri sebesar US$108 juta. Nilai itu kemudian menjadi berlipat karena Indonesia mengolah garam itu untuk menghasilkan produksi produk ekspor yang bernilai sampai US$37,7 miliar.

Kedua, mempercepat integrasi antara upaya ekstensifikasi lahan garam rakyat yang ada di 10 provinsi dengan upaya intensifikasi. Ketiga, perlu pemberian bantuan ke petani garam untuk meningkatkan kualitas produksi mereka.


Previous Post Next Post